Jumat, 15 November 2013

[FF] Love Pain (One Shoot)

 
                   

Tittle     : “Love Pain”
Author   : Dea a.k.a Hwang Hee Ra 
Genre    : Fantasy Romance.
Main Cast     :
- Lee Donghae
- Jung Ah In
Support Cast:
- Father and Mother’s Ah In
Rated      : Teen
Type      : OneShoot
Recommand song : Kyuhyun - The Way You Break Up, -play pas terakhir FF-
Summary      : “When you falling in love with a different something. What will you do?” –Donghae
Disclaimer    : Ini FF asli handmadeku sendiri ^^. Don’t be  plagiater! ;)
 Warning       : Ada sedikit scene kekerasan.

~ Donghae Point Of View ~

Aku terduduk manis ditemani gemercik air mengalir dihadapanku ini, menunggu seseorang yang akan datang menemui. Suara alam yang tenang, air, angin, dedaunan yang saling bergesekan satu sama lain, hiruk pikuk kegiatan pada malam hari di Seoul yang bisa memecahkan telinga siapa saja yang mendengarkan kebisingannya, tak terdengar sedikitpun. Tenang nan damai.

Ku lirik lagi jam tanganku sekilas, “Eoh, ini hampir jam setengah 12 malam. Apa dia lupa janjinya sendiri?”. Ku raih minuman soda yang terletak tak jauh dari tempatku duduk. Sejenak aku bisa menyabarkan diri untuk tetap setia menunggunya disini.

Air yang mengalir tenang dihadapanku, ini adalah satu-satunya yang bisa kupandang saat ini. Selebihnya hanya ada rerumputan dan pohon rindang yang memayungiku. Ada beberapa bunga tulip disebelah timur pohon ini. Beberapa kali kulempar batu ke sungai, lalu menyeruput kembali minuman soda. Ini sudah kaleng yang ke 3 aku minum. Lama sekali. Aku hampir mati kedinginan disini.

Angin semakin berhembus kencang menerbangkan apa saja yang ia lewati. Dingin. Air yang semula tenang, kini teroyak lalu kembali tenang. Ini dia. Tiba-tiba sesuatu hangat yang menyentuh pinggangku, secara perlahan menyusurinya lebih dalam hingga berhenti melingkar erat diperutku. Nuguya?

“Kau menunggu lama?”
Geli. Suara basah dan khas begitu dekat dengan telingku, kupalingkan wajahku kearah dimana suara itu berasal. Dan seperti dugaanku, wajah putihnya begitu sumringah ia tunjukkan serta rambutnya yang ringan ikut terhembus angin menebarkan wewangian khas dari rambut coklat legamnya ini.

"Kau tidak senang akan kedatanganku, Oppa?” wajahnya berubah seketika menatapku lekat. Tidak, aku senang dia datang menemuiku saat ini. Ku palingkan wajahku kembali memandang sungai dengan ekspresi datar. Biarkan dia memelukku seperti ini, dan merengek sesukanya.

“Oppa~ ” dia memanggilku manja. Dia pasti sedang mem-poutkan bibirnya dan menggunakan ujung mata sipitnya untuk menatapku lekat-lekat. Tanpa melihatnyapun aku sudah tahu. Hahaha~

“Oppa~ apa kau marah padaku?” aku terkekeh kecil mendengarnya. Ini sudah berapa kali dia mengulang kalimat itu, sebenarnya aku tidak marah, hanya saja aku ingin mengerjainya sebentar.

Hening.

Perutku yang semula hangat dipeluknya terasa dingin sekarang, bahuku pun ringan. Tak ada rengekan manja lagi yang mengganggu pendengaranku. Ku tengok kearahnya. Lho, tidak ada? Menghilang lagi? Aish, dia ini. Aku beranjak dari dudukanku, mencarinya kesekitar. Aish, kau ini kekanak-kanakan sekali Ah In-ah..

“Ayolah, Oppa hanya bercanda tadi. Mianhaeyo..” aku berusaha berteriak yang aku bisa, suaraku hampir habis gara-gara kedinginan. Kucari ketempat dimana tulip-tulip kecil menyembunyikan keindahannya. Ku coba membungkuk, meneliti disekitarnya. “Oppa minta maaf. Oke, Oppa yang salah. Padahal Oppa ingin mengajakmu jalan-jalan malam ini.” tambahku lagi dengan suara yang agak pelan. Aku tidak ingin mengganggu mereka. Kalau aku berteriak sekarang didepan tulip-tulip ini, bisa-bisa mereka pingsan seketika setelah mendengar teriakan -seperti auman sebenarnya- dari mulutku ini. Aish~

“Oppa tidak bohong?” Hanya suaranya yang kudengar menjawabku. Tidak terlalu keras, namun masih bisa kudengar walau samar. “Ne, Oppa tidak bohong.” Jawabku tegas.

Tak ada jawaban lagi darinya. Dia tak percaya padaku? kutarik nafas berat, kecewa memang. Kuputuskan untuk berbalik. Dan,
Kalau saja jantung ini punya maka yang bisa dilakukan jantungku ini langsung keluar dari dalan rongga igaku dan langsung lari terbirit-birit saking kagetnya. Dia ini pandai bermain-main juga ternyata. Seenaknya menghilang dan muncul lagi, giliran ngambek, aku yang repot kan?

“Ayo jalan-jalan..” ucapnya antusias. Aku lantas berdehem kecil, “Tidak marah?” tanyaku dan itu berefek pipinya jadi memerah sekarang. Apa harus kugoda lagi dia?
Dia menggeleng cepat. Tangannya yang bebas, kutarik lalu ku lingkarkan tangannya kedalam sela lenganku. Membiarkan lengan kami saling bertaut, eumm~ pasangan kekasih yang serasi.  

Ku kecup keningnya sebentar, “Baiklah Jung Ah In, malaikat manisku. Kita akan kemana?” tawarku pandanya. Dia hanya menggeleng, itu artinya aku yang memutuskan akan kemana. Setelah itu kami langsung berjalan meninggalkan tempat ini menuju taman kota. Paling tidak itu adalah tempat favorit kami yang bisa didatangi selain taman hiburan.

Balutan dress polos putih kehijau-hijauan sembarangnya yang dia pakai setiap hari, membuat siapa saja pasti heran. Siapa yang merancangnya? Memangnya disana tidak ada desainer? Lalu apa dia tidak mencucinya? Dia tidak mandi? Kalau memang dia tidak mandi, kenapa setiap dia menemuiku ia tidak seperti yang belum mandi? Wangi, segar dan tetap cantik.
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul ketika dia ada dihadapanku.
“Kau mau minum apa chagi?” tanyaku padanya menyingkirkan pertanyaan-pertanyaan bodoh yang terlukis dibenakku tadi.

~ Author Point of View ~
         Setiap insan didunia ini pasti sudah ditakdirkan untuk berpasangan, bukan? Menjalin sebuah hubungan yang indah bersama. Saling mencintai dan menyayangi satu sama lain. Tak menutup kemungkinan untuk menjalin hubungan itu dengan yang bukan semestinya. Lebih tepatnya menyalahi aturan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang dahulu.

Banyak yang mengisahkan tentang perjalanan asmara antara anak manusia dengan makhluk yang bukan dari manusia. Ada dimensi lain yang selalu mengintai manusia, hanya saja manusia itu sendiri tidak atau tahu atau malah berpura-pura tidak tahu mengenai  itu. Tanyakan sendiri pada yang bersangkutan.

Sama halnya dengan seorang namja yang bernama Lee Donghae, ia mengalami kasus yang sama seperti ini. Banyak yang menduga bahwa jenis makhluk yang berbeda dengan manusia itu menyeramkan seperti yang ada difilm horror. Seperti itu. Tapi tidak baginya.

“Kau mau minum apa chagi?” tawar Donghae pada seorang yeoja yang tengah berdiri mengantri minuman disebuah kedai kakilima di taman bersamanya. Hari ini mereka berencana untuk jalan-jalan. Pertama ke taman kota.

“Eumm~ aku mau Milk Shake rasa Madu.” Jawab si yeoja. Donghae mengangguk dan memesan apa yang yeoja tersebut mau.
Yeoja ini merapat ketelinga Donghae, “Memangnya tidak ada daging mentah dan rumput laut yang masih segar, paling tidak ikan yang masih hidup…” bisik yeoja disebelahnya sembari terkekeh yang diketahui namanya Jung Ah In ini. Ia balas senyum padanya, “Disini tidak ada yang seperti itu.” Bisik Donghae. Ah In mengangguk lalu tertawa bersamanya.

Ia tahu betul akan kebiasaan dan makanan kesukaan Ah In yang tidak seperti yeoja biasanya. Ah In adalah seorang peri rumput. Yup, ia tinggal disekitar tulip liar yang tumbuh dimana Donghae menunggunya. Tadi hanya guyonannya saja. Mana ada peri menyukai daging mentah apalagi ikan yang masih hidup. Memangnya kanibal?

Donghae tak pernah menyalahkan ataupun menyinggung bahwa ia adalah bukan dari kalangan manusia sepertinya. Seorang peri juga mempunyai hak ‘kan untuk bisa merasakan cinta? Itu yang ada difikiran Donghae. Manusia dan makhluk lain yang bukan manusia juga adalah sama.

Hari semakin larut dimakan rembulan yang menampakan keelokan sinarnya ditengah malam yang gelap. Sekilas Donghae melirikkan pandangan kearah jam tangannya. Jarum panjangnya menunjukkan tepat pukul 3 dini hari waktu Korea. “Chagi, ini sudah jam 3, saatnya kau tidur dan kembali. Aku takut Appamu marah dan tidak mengizinkanmu untuk menemuiku lagi.” Papar Dongahae.
“Tapi oppa~” Ah In tampaknya tidak mau berpisah dengan Donghae.
“Nanti kita pasti jalan-jalan lagi.” Tambahnya meyakinkan. Akhirnya Ah In tersenyum dan mengerti lantas Donghae mengantarnya kembali ke Sungai.

.

@ Kediaman Ah In
          Sepi. Ia kini memasuki sebuah mahkota bunga Tulip besar setelah berpamitan dengan Donghae. Dengan hati-hati ia melangkah, tak berani mengepakkan sayapnya, itu bisa membuat suara yang bising. Ia bisa saja menyembunyikan sayapnya seperti ketika ia bertemu dengan Donghae, tapi ketika ia menyembunyikan sayapnya, maka ia akan berukuran seperti manusia, bukan kecil seperti ukuran peri pada umumnya.
Lagipula cara ini dia tahu dari Hwa Ra, teman sepermainannya disana. Katanya dia juga pernah jatuh cinta pada seorang manusia sepertinya –Ah In-. Dan cara ini hanya diketahui olehnya, Ah In dan Ibunya Hwa Min. Jadi, ini adalah rahasia..

Oke, kembali kemasalah yang tadi,. Dan berefek bisa membangunkan seisi ruangan itu, termasuk Appa dan Eommanya. Dikalangannya, peri rumput, ia adalah satu-satunya penerus keluarga Jung. Eommanya tidak berani lagi bertelur setelah kejadian yang ia alami ketika mereka susah payah menjaga Ah In kecil dari Han-sedae yang hampir membunuhnya. Untung ada Appanya yang tahu bahwa ia dan Ah In sedang dalam bahaya.
Han-sedae adalah semacam makhluk udara yang suka menganggu. Malah ketika mereka lapar, ia bisa memakan peri rumput. Dan peri rumputlah yang paling enak dan gurih diperasa mereka.

Langkahnya semakin mengecil ketika akan melewati ruangan redup, dilihatnya samar banyak buku-buku yang berjejer rapi dilubang yang terbentuk dari jaringan dalam tangkai Tulip yang terpajang dipojok ruangan sebelah kanan. Itu adalah ruangan dimana Appanya bersantai bersama Eomma dan dirinya. Langkah kecilnya mendorong ia untuk memasuki ruangan redup itu. Dimeja yang terbuat dari jamur mungil yang sudah kering itu, ada dua buah mangkuk madu yang masih hangat. Ini pasti ada orang yang tak lama telah menggunakan ruangan ini , feelingnya.
Ia buang semua pemikirannya tentang Appa dan Eommanya masih terjaga untuk menantinya pulang. Langkahnya keluar dari ruangan itu dan sekarang menuju tempat tidurnya. Ruangannya tidak jauh dari sini, bersebelahan tepatnya. Ah In mengambil nafas panajang lalu mengeluarkannya pelan,  “Untung Appa sudah tidur..” ketika mendapati kamar tersebut terkunci dan telah gelap.

“Dari mana saja?” suara serak serta berat terlontar dari sebuah sudut diruangan gelap sebelah timur dapur. Ah In menoleh kesumber suara, peluhnya menelan berat air ludah yang terasa pahit. Keringat dingin mulai keluar membasahi kening dan leher jenjangnya.

‘Bencana besar sebantar lagi akan menimpaku.’

.

@ Taman
          Burung berkicau merdu diiringi hembusan angin pagi yang menyejukan bagi siapa saja yang merasakanya saat ini. Daun kering berhembus mengikuti kemana arah sang angin pergi. Suasana pagi yang hangat didukung dengan mentari yang kini kian meninggi, membuat orang menjadi tambah bersemangat untuk menjalani segala aktifitasnya.

Sudah terduduk manis seorang namja dibangku tua panjang disalah satu sudut taman, terseyum, memperlihatkan deretan gigi rapinya dan bibir tipis yang selalu tersungging siap menyapa siapa saja yang akan datang dan memberi salam padanya.

~ Donghae Point Of View ~
          Aku terduduk dibangku taman pagi ini berharap dia menemuiku saat ini. Sudah berapa hari aku tidak bertemu dengannya. Setiap kali aku pergi kesana, tak ada tanda-tanda tentang dia. Susah memang untuk sekali bertemu dengannya, tapi setiapkali ia diizinkan untuk keluar, ia pasti datang dahulu kedalam mimpiku. Sekedar memberi salam atau mengecup pipiku dan menyampaikan sesuatu.

Hubungan kami sudah mencapai umur 6 bulan, masih sangat muda.  
 “Ne..” senyumku pada seseorang yang lewat. Pikiranku kembali terpusat padanya. Sudahlah, mungkin ia sedang sibuk disana.

Aku beranjak dari kursi taman ini. Membosankan. Berjalan tergontai tanpa tujuan, sembarang melangkahkan kakiku. Sepanjang jalan yang ada dibenakku hanyalah dia. Dan dia.

Tak terasa, langkah sembarangku mengarah pada jalan yang menuju sungai dimana aku selalu menunggunya disana. Tak apa, ku ikuti kemanapun kaki ini ingin melangkah. Dan tepat, aku berada didepan sungai beserta pohon yang menjadi saksi bisu yang selalu menunggunya disini.

Kududukan pantatku sembarang yang beralaskan hanya rerumputan masih segar dan bernaungkan  pohon besar ini. Mengistirahatkan kakiku yang sudah lelah untuk melanjutkan melangkah. Kukeluarkan ponsel dari saku dan mendengarkan sebuah lagu sebagai penghilang bosan yang melanda beberapa terakhir ini.
     Love love love, love love love
     Gwaenchanajilgeorago nan
     Jamshibbun ilgeorago nan
     Shiganijinamyeon mudyeojil georago
     Geureokhemitgo nan sarawaenneunde
     Gaggeumeunseotun pyohyeone
     Geudaereul apeuge haetdeon
     Naye geu moseupdeul ijeneunjogeumsik
     Dallajil geora yaksokhaeyo
     Chagapdeon bamdo, waeropdeonbamdo
     Eonjena nae gyeote isseonneunde
     Geudaen eodie..
     Kau dimana? Air mata dan mulutku spontan mengikuti lirik dan bernyanyi mengikuti setiap nada yang terlantun dari lagu tersebut walau tak sepenuhnya mengeluarkan suaraku karena dadaku terlalu sesak oleh air mataku sendiri. Namja aneh..

~ Author Point of View ~
          Disisi lain ada yang memperhatikan Donghae dari kejauhan. Memperhatikan setiap gerak-geriknya dengan seksama. Perasaan yang bercampur aduk, ingin sekali ia datang lantas memeluknya saat ini. Tapi itu tidak bisa ia lakukan…

“Mianhae Oppa..” lirihnya lalu menangis tertahan. Bekas lebam disisi pipi kirinya menjadi tanda mengapa ia tak bisa menemui Donghae saat ini. Neomu appeuda~
Tangan kecilnya menepuk-nepuk dadanya berat. Menangis tertahan membuatnya sesak, ia tak mampu berbuat lebih dari ini. Berlari menuju dirinya yang tengah terduduk santai dengan telinga yang disumpal dengan handset dengan keadaannya yang seperti ini, itu tidak mungkin. Ia tak mau kesedihannya diketahui oleh siapapun termasuk Donghae.

*Flashback On*
~ Ah In Point Of View ~
         Cairan merah pekat mengalir dari sudut bibirku. Amis. Kujilat dan usap darah yang keluar. Tersungkur tak berdaya dihadapan sang pemimpin keluargaku, Appa. ‘Sh*th! Kenapa sakit sekali?!’ umpatku.
Kulihat eomma yang berusaha menenangkan Appa dengan cara menahan tangan dan dadanya, menangis sejadinya didepan aku dan Appa. Eomma, mianhae.. aku membuatmu menangis seperti itu. Kalau saja bukan karena kau, mungkin aku sudah.. pergi dari rumah ini dari dulu.

“Kau bisa apa, eoh? Aku sudah besar Appa!” aku mencoba bangkit dengan tenaga seadanya. Berkali-kali aku tersungkur akibat tamparan yang Appa berikan padaku. Tertatih untuk berusaha menggapai benda apa saja yang ada disekitarku sebagai tumpuan aku untuk berdiri.
Perih, ketika air asin yang meleleh dari mataku mencapai sudut bibir bawah yang terluka. Kupegang erat lengan kursi sebagai alat pelampiasan menahan kesakitanku. Cairan yang telah melewati sudut bibirku itu kemudian kembali mengalir bersama keringat dan darah yang bercampur.

Aku hampir bisa berdiri sekarang dengan berpegangan pada lengan kursi. Sayapku robek sedikit, dan itu rasanya sakiit sekali. Sama halnya ketika kulitmu terkoyak oleh sesuatu yang tidak tajam. Sakit bukan? Ya! Sakit sekali!

“Kau ini anak Appa satu-satunya, Ah In! Kau memalukan! Lihat dirimu, dari mana kau bisa mengenal namja itu? Appa maupun Eommamu tidak pernah mengajarkanmu untuk itu. Mau ditaruh dimana muka Appamu ini, eoh?! ” seperti yang kesetanan, ia melempar apa saja yang ada didekatnya. Eomma mengerang ketakutan. Ya Tuhan, sadarkanlah Appaku sekarang juga!
Appaku memang seorang yang ambisius dan disiplin dalam menaati peraturan. Sewaktu kecil aku sering dibuatnya menangis, akibat kenakalanku sendiri sih. Dan alhasil itu membuatku menjadi seorang Ah In yang tegar dan kuat, seperti sekarang ini.

“Dan..” ia melanjutkan kalimatnya. Tatapan Appa beralih menatap Eomma nanar, “Lihat Eommamu! Apa kau tega meninggalkan Eommamu yang katanya begitu kau cintai melebihi Appa hanya demi laki-laki tidak jelas itu?” Eomma masih terisak dalam diamnya.

Aku terdiam tak berani menjawab pertanyaan darinya. Appa, Eomma dan Donghae adalah orang yang sama, yang sama-sama aku cinta. Tetapi ketika urusannya seperti ini, what should I do?

“Tapi Appa..” aku mencoba mendekati keduanya, “Dia dan kalian itu adalah orang yang aku sayang.” Appa memalingkan wajahnya, apa aku tampak sejijik itu dihadapannya hingga ia tak berani menatapku yang jelas-jelas adalah anaknya sendiri? Sesak.. dadaku sesak sekali.. Tuhan! “Ku mohon Appa, izinkan aku untuk tetap bersamanya~ restui hubungan kami..”

PLAKK

Ahh~ Aku tersungkur bebas kelantai dan.. sayapku benar-benar patah akibat menahan tubuhku dari gesekan-gesekan kasar antara aku dan benda kecil yang ada dibawah. Neommu appeuda… kesekian kalinya, Appa menamparku.

“Pilih kami, dan kau tetap disini. Atau kau pilih dia, kau pergi dari sini, kau bukan anak Appa dan Eomma lagi!” ucapnya garang. Matanya mungkin sudah sangat merah saat ini. Menahan amarah padaku. Aku tak bisa melihatnya jelas, airmata ini memenuhi kelopak mataku, tumpah tanpa terkendali.  “Dengar, jika kau tetap mempertahankannya, Appa sendiri yang akan membereskannya. Ingat itu Ah In!”
Deg~
Apa? Membereskan? Apa maksud perkataanya? Jangan katakan bahwa ia akan..
Seseorang, tolong jelaskan padaku apa maksudnya??
Fikiranku langsung menjurus pada, pembunuhan. Hahaha~ dia pasti bercanda kan? Pembunuhan? ‘Tidak mungkin.. hahaha~ tidak mungkin!!’ aku seperti orang gila. tertawalah sesukamu Ah In-ah.
Andai kau tahu, sebenarnya dadaku langsung sesak mendengar kata itu..

Tanganku reflex membungkam mulut. Tertawa dan menangis sejadinya. Sebenarnya aku benar-benar sudah gila. Tambah perih ketika tanganku erat membungkam mulut tak percaya mendengar perkataan Appa barusan. Ingin sekali aku membela diri sekarang, tapi kalimat apalagi yang bisa kukatakan. Aku tidak kuat menahan ini. Apa kisah cintaku akan berakhir tragis pada sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh Appaku sendiri? Aku tidak ingin itu terjadi!

Gaseumi appa…
*Flashack Ended*

.

~ Donghae Point Of View ~
         Nuansa putih dimana-mana, coba mencari celah dimana aku bisa melihat warna yang bukan warna putih.
Dapat! 
Aku terus mengikuti kemana celah itu berada. Cahayanya semakin aku ikuti, semakin jelas.
Hijau! Eung? Aku heran, bukannya ini disana. Kutengok kesekitar. Sungai, pohon, disana! Ada tulip. Dan.. Ada seseorang yang tengah berdiri menghadap sungai, tangannya mengepal keras, menundukkan kepalanya kedalam rambutnya yang terurai bebas. Dia seperti...

Aku kian mendekat dengan seseorang itu. Sepertinya aku kenal dengan mengenakan dress kehijauan yang sembarang. ‘Ah In!!’ pekikku dalam hati. Tanpa sadar, aku masih mengenakan pakaian tidur berwarna biru laut, lengkap dengan sandal tidur kelinci yang selalu bertengger dekat ranjang. Ish, Mengggelikan..
Aku berfikir sejenak untuk melanjutkan langkah ini atau tidak. Lama aku terdiam. Oke, tak apa aku tampak bodoh dengan sandal tidur seperti ini.

Aku berdiri tepat dihadapannya. Benar ini Ah In.. Ia tak merespon sedikitpun “Kau kemana saja chagi?” tanganku perlahan menggapai pundaknya. Tersungging senyuman diwajahnya sekarang. Bukan senyum yang aku harapkan, ini senyuman yang terpaksa. Tak ada jawaban, dia hanya menatapku dalam. “Chagi~” ucapku lagi.

“Kau tidak marah padaku ‘kan Oppa?” tanyanya.

“Tidak, untuk apa aku marah padamu.” Ku cubit pipinya gemas. Ah, ada sedikit darah disudut bibirnya. Ia menepis lenganku lembut lalu memegangnya erat seakan tidak ingin untuk ia melepaskannya. “Aku ingin bicara denganmu nanti.” Bisiknya.

“Ne..” jawabku singkat. Eurr~ perlahan wajah kami mendekat, tatapanku dan tatapannya kian lekat dan intens. Kuraih tengkuknya, lantas ia mulai memejamkan mata, dan~
BRUK
Argh~!! Sakit! Kulihat kesekitar, lho, ini kamarku, Ah In mana? Kulihat ke jam yang menempel didinding tepat dibelakangku. Pukul 2?? Bodoh sekali kau Donghae ah!
Aku terjatuh dari ranjangku ketika aku akan.. akan.. ah, lupakan! Beberapa kali aku mengutuk diriku sendiri.
Jadi, tadi hanya mimpi? Sebantar, bibirnya~ berdarah? Berdarah? Ah In, ada apa sebenarnya? 

.

@ Sungai
           “Mianhae Oppa..” bagaimana ia bisa bicara seperti itu padaku? Menghilang dan begitu bertemu, dia langsung meminta  untuk mengakhiri hubungan ini? Sudah cukup sabar aku tidak bertemu dengannya beberapa hari kemarin.

“Bagaimana bisa kau memutuskan masalah tanpa sependapatku, Chagi?” kulihat wajahnya detail. Matanya memerah, nafasnya dan nafasku senada, tersenggal-senggal menahan emosi yang sebentar lagi akan memuncak. Tunggu.. disudut bibirnya. Aku ingat ketika ia datang kedalam mimpi ada sesuatu yang mengganjal mataku. Dan, ah~ yang benar saja, ada lebam disana.
Seketika amarahku meredam melihat ini. Kupegang bibirnya pelan, “Ini..” mataku menoleh pada matanya yang kini mulai meneteskan butiran-butiran kristal dingin nan asin. “Ada apa sebenarnya? Tolong jawab aku!” nadaku naik satu oktaf seraya menghapus air mata yang jatuh bebas menyusuri pipinya.

Dia diam membisu. Argh~!! Sebuah pertengkaran yang bodoh !

Kupegang pundaknya pasti, “Dengar, tolong jawab aku Chagi ah, aku tidak bisa terus kau gantung tanpa memberiku jawaban sepatah katapun. Aku tak ingin menyakitimu, cukup!” darahku seakan mendidih dan telah mencapai dimana otakku berada. Dia terus menggeleng dan tangisannya pecah. Sangat memilukan. Aku tidak bermaksud membentaknya seperti tadi. Ia tidak menjawab pertanyaanku satupun, aku hanya kesal.

“Mianhae, aku tidak bermaksud… Ah~ sudahlah.” Tanpa berfikir panjang lagi, langsung kutarik dia kedalam pelukanku, kubiarkan ia bebas menangis didalan pelukanku sekarang. Beberapa kali aku mengusap kepalanya pelan berusaha menenangkanya. Menangislah sepuasmu Chagi..

Lama kami dalam posisi ini. Ah In kini mulai tenang, tapi tidak biarkan ia untuk melihatku sekarang. Teruslah menangis, dalam pelukanku, mungkin ini untuk yang terakhir kalinya.

Ingin sekali aku menggantikan posisinya saat itu. Beralih sebagai Donghae yang kuat, tetapi sebagai Ah In yang lemah. Beberapa kali ku usap air matanya yang jatuh terurai.
“Nan arraseoyo..” kini aku mengerti kenapa ia meminta mengakhiri hubungan ini. Tapi kenapa harus ia dan perasaannya yang menjadi korban!? Kuusap rambutnya lembut sembari menatap mentari yang kini mulai mengantuk dan lelah melihat kami bertengkar. Dia masih tetap menagis. Aku sudah bilang jangan menangis, tetap saja ia menangis. Dasar yeoja.

Aku bisa menerimanya..

* One Month Latter *

          Ini bukan salahku juga bukan salahnya, hanya saja tuhan belum mengizinkan untuk kami bersama. Ada sisi ketika aku berfikir, aku adalah manusia, sedangkan ia adalah seorang peri. Sangat jauh berbeda bukan? Menjalin cinta 6 bulan lamanya, apa ini tidak masuk akal? Tapi kuteguhkan lagi pemikiran itu dengan, semua orang punya cinta.

     Neo eomneun haruga iksukhajyo
     Naeireun jogeumdeo pyeonhagetjyo
     Jeomjeom ijeogagetjyo eojjeom saenggangnanagetjyo
     Joheun chueokdeulman namgetjyo

Aku terduduk disatu sisi pohon besar ini. Bersandar santai berkalungkan handset yang menyumpal telingaku. Memandangi indahnya sunset sore ini.
Sejak hari itu, aku selalu mengunjungi tempat ini,  membawakan sebotol madu sari bunga Tulip untuk kutinggalkan disini. Bagaimanapun juga aku harus tetap hidup meski air mata yang selalu menggenang setiap aku mengingat kisahku dengan Ah In. Cinta memang menyakitkan.

     Apado amureochi anheum cheok
     Nunmuri heulleodo gamchuneun beob,
     geudage nan bwara boneun nariga
     Maeumhan jjok geugose namgyeonoko
     Amuil eopdaneundeusi utneun beob, ijeoyahaneundae~

Semakin besar volume lagu yang aku dengarkan kini. . Hmmm~ kau yang menyanyi lagu itu, sama menyedihkannya denganku. Hahaha. Aku hanya bisa tertawa getir mengenang kejadian-kejadian lucu bersamanya.
Ditempat ini aku selalu berharap dia akan memperlihatkan batang hidungnya, ah, tidak mungkin. Bodohnya aku, “Kenapa harus mengharapkan yang tidak mungkin terjadi”. Haha miris ketika hal mustahil itu terlintas dibenakku. Namun.. Aku tahu dan aku yakin bahwa dia ada sekarang. Disana. Ketolehkan kepalaku kearah dimana ada semak dan beberapa tulip liar disana. Senyumku mengembang “Saranghae..” ucapku penuh arti berharap ia menjawabnya sekarang.

          “Ya, aku melihatmu. Na ddo saranghae Oppa~” –Ah In.


_____The End_____



#oke deh author nongol bentar disini xD . .sebenernya ini FF udh pernah dipublish di blognya @Superju13 (fanbase) di twitter dalam event lomba nulis FF, dapet deh juara k-3 xD, ya~ walaupun hanya ke-3 :D.
Udah deh kicauannya,, tunggu kisah lannya :D byee~ *tebar kisseu*


RCL pleaseeee~ ~~!! ^^ *tumpah-tumpah --“

Jumat, 01 November 2013

[Lyric] Davichi – Missing You Today (Indo translate)

Davichi Missing You Today (Indonesian translate)


Karena aku begitu merindukanmu hari ini
Apa kau baik-baik saja?
Apa kau masih tetap sama?
Jangan terlalu khawatir
Aku hanya sedikit memikirkanmu
Semua itu karena hujan yang turun hari ini
Dan aku merasa sedikit murung
Jadi aku teringat tentangmu …
Apa kau akan kembali?
Apakah kau akan kembali?
Hatiku terasa berdebar malam ini
Aku menunggu sepanjang malam diruangan gelap ini …
Menunggu terus menunggu yang membuatku menangis
Karena aku tahu, semua tidak akan terjadi
Meski kita bertemu lagi
Aku yang selalu menunggu dan menunggumu
Sungguh, aku sangat membencimu
Tapi aku lebih membenci pada diriku yang terus menangis
Dan tertawa hanya karena dirimu …
Semua itu karena aku sangat merindukanmu hari ini
Mungkin karena angin terasa begitu dingin
Dan cuaca yang begitu cerah
Jika waktu berlalu sedikit lebih cepat
Bisakah aku bertemu denganmu sekali lagi?
Jika kau bertemu dengan seseorang yang lebih baik dan membuatmu bahagia,
Akankah kau melupakanku?
Semakin aku memikirkannya
Percuma, semua sudah berakhir
Tapi, aku sangat merindukanmu …
Menunggu dan terus menunggu yang membuatku menangis
Karena aku tahu, semua tidak akan terjadi
Meski kita bertemu lagi
Aku yang selalu menunggu dan menunggumu
Sungguh, aku sangat membencimu
Tapi aku akan lebih benci pada diriku yang terus menangis
Dan tertawa hanya kerena dirimu …
aku merindukanmu, aku merindukanmu
Menangis begitu lama,
Karena, bagaimana kerasnya aku berusaha
Kau tetap tidak akan datang
Tapi tetap saja, jika aku terus menunggu
Jika aku terus merindukanmu
Mungkin kau akan melihatku, meskipun hanya sekejap
Jadi, aku terus menunggu untukmu
Semua itu karena,

Aku begitu merindukanmu hari ini…