Tittle
: “Love Pain”
Author
: Dea a.k.a Hwang Hee Ra
Genre
: Fantasy Romance.
Main Cast
:
- Lee
Donghae
- Jung Ah
In
Support
Cast:
- Father
and Mother’s Ah In
Rated
: Teen
Type
: OneShoot
Recommand
song : Kyuhyun - The Way You Break Up, -play pas terakhir FF-
Summary
: “When you falling in love with a different
something. What will you do?” –Donghae
Disclaimer
: Ini FF asli handmadeku sendiri ^^. Don’t be plagiater! ;)
Warning : Ada
sedikit scene kekerasan.
~ Donghae
Point Of View ~
Aku terduduk manis ditemani gemercik air mengalir dihadapanku ini,
menunggu seseorang yang akan datang menemui. Suara alam yang tenang, air,
angin, dedaunan yang saling bergesekan satu sama lain, hiruk pikuk kegiatan
pada malam hari di Seoul yang bisa memecahkan telinga siapa saja yang
mendengarkan kebisingannya, tak terdengar sedikitpun. Tenang nan damai.
Ku lirik
lagi jam tanganku sekilas, “Eoh, ini hampir jam setengah 12 malam. Apa dia lupa
janjinya sendiri?”. Ku raih minuman soda yang terletak tak jauh dari tempatku
duduk. Sejenak aku bisa menyabarkan diri untuk tetap setia menunggunya disini.
Air yang
mengalir tenang dihadapanku, ini adalah satu-satunya yang bisa kupandang saat
ini. Selebihnya hanya ada rerumputan dan pohon rindang yang memayungiku. Ada
beberapa bunga tulip disebelah timur pohon ini. Beberapa kali kulempar batu ke
sungai, lalu menyeruput kembali minuman soda. Ini sudah kaleng yang ke 3 aku
minum. Lama sekali. Aku hampir mati kedinginan disini.
Angin
semakin berhembus kencang menerbangkan apa saja yang ia lewati. Dingin. Air
yang semula tenang, kini teroyak lalu kembali tenang. Ini dia. Tiba-tiba
sesuatu hangat yang menyentuh pinggangku, secara perlahan menyusurinya lebih
dalam hingga berhenti melingkar erat diperutku. Nuguya?
“Kau
menunggu lama?”
Geli.
Suara basah dan khas begitu dekat dengan telingku, kupalingkan wajahku kearah
dimana suara itu berasal. Dan seperti dugaanku, wajah putihnya begitu sumringah
ia tunjukkan serta rambutnya yang ringan ikut terhembus angin menebarkan
wewangian khas dari rambut coklat legamnya ini.
"Kau
tidak senang akan kedatanganku, Oppa?” wajahnya berubah seketika menatapku
lekat. Tidak, aku senang dia datang menemuiku saat ini. Ku palingkan wajahku
kembali memandang sungai dengan ekspresi datar. Biarkan dia memelukku seperti
ini, dan merengek sesukanya.
“Oppa~ ”
dia memanggilku manja. Dia pasti sedang mem-poutkan bibirnya dan menggunakan
ujung mata sipitnya untuk menatapku lekat-lekat. Tanpa melihatnyapun aku sudah
tahu. Hahaha~
“Oppa~
apa kau marah padaku?” aku terkekeh kecil mendengarnya. Ini sudah berapa kali
dia mengulang kalimat itu, sebenarnya aku tidak marah, hanya saja aku ingin
mengerjainya sebentar.
Hening.
Perutku
yang semula hangat dipeluknya terasa dingin sekarang, bahuku pun ringan. Tak
ada rengekan manja lagi yang mengganggu pendengaranku. Ku tengok kearahnya.
Lho, tidak ada? Menghilang lagi? Aish, dia ini. Aku beranjak dari dudukanku,
mencarinya kesekitar. Aish, kau ini kekanak-kanakan sekali Ah In-ah..
“Ayolah,
Oppa hanya bercanda tadi. Mianhaeyo..” aku berusaha berteriak yang aku bisa,
suaraku hampir habis gara-gara kedinginan. Kucari ketempat dimana tulip-tulip
kecil menyembunyikan keindahannya. Ku coba membungkuk, meneliti disekitarnya. “Oppa
minta maaf. Oke, Oppa yang salah. Padahal Oppa ingin mengajakmu jalan-jalan
malam ini.” tambahku lagi dengan suara yang agak pelan. Aku tidak ingin mengganggu
mereka. Kalau aku berteriak sekarang didepan tulip-tulip ini, bisa-bisa mereka
pingsan seketika setelah mendengar teriakan -seperti auman sebenarnya- dari
mulutku ini. Aish~
“Oppa
tidak bohong?” Hanya suaranya yang kudengar menjawabku. Tidak terlalu keras,
namun masih bisa kudengar walau samar. “Ne, Oppa tidak bohong.” Jawabku tegas.
Tak ada
jawaban lagi darinya. Dia tak percaya padaku? kutarik nafas berat, kecewa
memang. Kuputuskan untuk berbalik. Dan,
Kalau
saja jantung ini punya maka yang bisa dilakukan jantungku ini langsung keluar
dari dalan rongga igaku dan langsung lari terbirit-birit saking kagetnya. Dia
ini pandai bermain-main juga ternyata. Seenaknya menghilang dan muncul lagi, giliran
ngambek, aku yang repot kan?
“Ayo jalan-jalan..”
ucapnya antusias. Aku lantas berdehem kecil, “Tidak marah?” tanyaku dan itu
berefek pipinya jadi memerah sekarang. Apa harus kugoda lagi dia?
Dia
menggeleng cepat. Tangannya yang bebas, kutarik lalu ku lingkarkan tangannya kedalam
sela lenganku. Membiarkan lengan kami saling bertaut, eumm~ pasangan kekasih
yang serasi.
Ku kecup
keningnya sebentar, “Baiklah Jung Ah In, malaikat manisku. Kita akan kemana?”
tawarku pandanya. Dia hanya menggeleng, itu artinya aku yang memutuskan akan
kemana. Setelah itu kami langsung berjalan meninggalkan tempat ini menuju taman
kota. Paling tidak itu adalah tempat favorit kami yang bisa didatangi selain
taman hiburan.
Balutan
dress polos putih kehijau-hijauan sembarangnya yang dia pakai setiap hari,
membuat siapa saja pasti heran. Siapa yang merancangnya? Memangnya disana tidak
ada desainer? Lalu apa dia tidak mencucinya? Dia tidak mandi? Kalau memang dia
tidak mandi, kenapa setiap dia menemuiku ia tidak seperti yang belum mandi? Wangi,
segar dan tetap cantik.
Pertanyaan-pertanyaan
itu selalu muncul ketika dia ada dihadapanku.
“Kau mau
minum apa chagi?” tanyaku padanya menyingkirkan pertanyaan-pertanyaan bodoh yang
terlukis dibenakku tadi.
~ Author
Point of View ~
Setiap insan didunia ini pasti sudah ditakdirkan untuk berpasangan, bukan?
Menjalin sebuah hubungan yang indah bersama. Saling mencintai dan menyayangi
satu sama lain. Tak menutup kemungkinan untuk menjalin hubungan itu dengan yang
bukan semestinya. Lebih tepatnya menyalahi aturan yang sudah ada sejak zaman
nenek moyang dahulu.
Banyak yang
mengisahkan tentang perjalanan asmara antara anak manusia dengan makhluk yang
bukan dari manusia. Ada dimensi lain yang selalu mengintai manusia, hanya saja
manusia itu sendiri tidak atau tahu atau malah berpura-pura tidak tahu
mengenai itu. Tanyakan sendiri pada yang bersangkutan.
Sama
halnya dengan seorang namja yang bernama Lee Donghae, ia mengalami kasus yang
sama seperti ini. Banyak yang menduga bahwa jenis makhluk yang berbeda dengan
manusia itu menyeramkan seperti yang ada difilm horror. Seperti itu. Tapi tidak
baginya.
“Kau mau
minum apa chagi?” tawar Donghae pada seorang yeoja yang tengah berdiri mengantri
minuman disebuah kedai kakilima di taman bersamanya. Hari ini mereka berencana
untuk jalan-jalan. Pertama ke taman kota.
“Eumm~
aku mau Milk Shake rasa Madu.” Jawab si yeoja. Donghae mengangguk dan memesan
apa yang yeoja tersebut mau.
Yeoja ini
merapat ketelinga Donghae, “Memangnya tidak ada daging mentah dan rumput laut
yang masih segar, paling tidak ikan yang masih hidup…” bisik yeoja disebelahnya
sembari terkekeh yang diketahui namanya Jung Ah In ini. Ia balas senyum
padanya, “Disini tidak ada yang seperti itu.” Bisik Donghae. Ah In mengangguk
lalu tertawa bersamanya.
Ia tahu
betul akan kebiasaan dan makanan kesukaan Ah In yang tidak seperti yeoja
biasanya. Ah In adalah seorang peri rumput. Yup, ia tinggal disekitar tulip
liar yang tumbuh dimana Donghae menunggunya. Tadi hanya guyonannya saja. Mana
ada peri menyukai daging mentah apalagi ikan yang masih hidup. Memangnya
kanibal?
Donghae
tak pernah menyalahkan ataupun menyinggung bahwa ia adalah bukan dari kalangan
manusia sepertinya. Seorang peri juga mempunyai hak ‘kan untuk bisa merasakan
cinta? Itu yang ada difikiran Donghae. Manusia dan makhluk lain yang bukan
manusia juga adalah sama.
Hari
semakin larut dimakan rembulan yang menampakan keelokan sinarnya ditengah malam
yang gelap. Sekilas Donghae melirikkan pandangan kearah jam tangannya. Jarum panjangnya
menunjukkan tepat pukul 3 dini hari waktu Korea. “Chagi, ini sudah jam 3,
saatnya kau tidur dan kembali. Aku takut Appamu marah dan tidak mengizinkanmu
untuk menemuiku lagi.” Papar Dongahae.
“Tapi
oppa~” Ah In tampaknya tidak mau berpisah dengan Donghae.
“Nanti
kita pasti jalan-jalan lagi.” Tambahnya meyakinkan. Akhirnya Ah In tersenyum
dan mengerti lantas Donghae mengantarnya kembali ke Sungai.
.
@
Kediaman Ah In
Sepi. Ia kini memasuki sebuah mahkota bunga Tulip besar setelah berpamitan
dengan Donghae. Dengan hati-hati ia melangkah, tak berani mengepakkan sayapnya,
itu bisa membuat suara yang bising. Ia bisa saja menyembunyikan sayapnya
seperti ketika ia bertemu dengan Donghae, tapi ketika ia menyembunyikan
sayapnya, maka ia akan berukuran seperti manusia, bukan kecil seperti ukuran
peri pada umumnya.
Lagipula
cara ini dia tahu dari Hwa Ra, teman sepermainannya disana. Katanya dia juga
pernah jatuh cinta pada seorang manusia sepertinya –Ah In-. Dan cara ini hanya
diketahui olehnya, Ah In dan Ibunya Hwa Min. Jadi, ini adalah rahasia..
Oke,
kembali kemasalah yang tadi,. Dan berefek bisa membangunkan seisi ruangan itu,
termasuk Appa dan Eommanya. Dikalangannya, peri rumput, ia adalah satu-satunya
penerus keluarga Jung. Eommanya tidak berani lagi bertelur setelah kejadian
yang ia alami ketika mereka susah payah menjaga Ah In kecil dari Han-sedae yang
hampir membunuhnya. Untung ada Appanya yang tahu bahwa ia dan Ah In sedang
dalam bahaya.
Han-sedae
adalah semacam makhluk udara yang suka menganggu. Malah ketika mereka lapar, ia
bisa memakan peri rumput. Dan peri rumputlah yang paling enak dan gurih
diperasa mereka.
Langkahnya
semakin mengecil ketika akan melewati ruangan redup, dilihatnya samar banyak
buku-buku yang berjejer rapi dilubang yang terbentuk dari jaringan dalam
tangkai Tulip yang terpajang dipojok ruangan sebelah kanan. Itu adalah ruangan
dimana Appanya bersantai bersama Eomma dan dirinya. Langkah kecilnya mendorong
ia untuk memasuki ruangan redup itu. Dimeja yang terbuat dari jamur mungil yang
sudah kering itu, ada dua buah mangkuk madu yang masih hangat. Ini pasti ada orang yang tak lama telah
menggunakan ruangan ini , feelingnya.
Ia buang
semua pemikirannya tentang Appa dan Eommanya masih terjaga untuk menantinya
pulang. Langkahnya keluar dari ruangan itu dan sekarang menuju tempat tidurnya.
Ruangannya tidak jauh dari sini, bersebelahan tepatnya. Ah In mengambil nafas
panajang lalu mengeluarkannya pelan, “Untung
Appa sudah tidur..” ketika mendapati kamar tersebut terkunci dan telah gelap.
“Dari
mana saja?” suara serak serta berat terlontar dari sebuah sudut diruangan gelap
sebelah timur dapur. Ah In menoleh kesumber suara, peluhnya menelan berat air
ludah yang terasa pahit. Keringat dingin mulai keluar membasahi kening dan
leher jenjangnya.
‘Bencana
besar sebantar lagi akan menimpaku.’
.
@ Taman
Burung berkicau merdu diiringi hembusan angin pagi yang menyejukan bagi siapa
saja yang merasakanya saat ini. Daun kering berhembus mengikuti kemana arah
sang angin pergi. Suasana pagi yang hangat didukung dengan mentari yang kini
kian meninggi, membuat orang menjadi tambah bersemangat untuk menjalani segala aktifitasnya.
Sudah
terduduk manis seorang namja dibangku tua panjang disalah satu sudut taman,
terseyum, memperlihatkan deretan gigi rapinya dan bibir tipis yang selalu
tersungging siap menyapa siapa saja yang akan datang dan memberi salam padanya.
~ Donghae
Point Of View ~
Aku terduduk dibangku taman pagi ini berharap dia menemuiku saat ini. Sudah
berapa hari aku tidak bertemu dengannya. Setiap kali aku pergi kesana, tak ada tanda-tanda
tentang dia. Susah memang untuk sekali bertemu dengannya, tapi setiapkali ia
diizinkan untuk keluar, ia pasti datang dahulu kedalam mimpiku. Sekedar memberi
salam atau mengecup pipiku dan menyampaikan sesuatu.
Hubungan
kami sudah mencapai umur 6 bulan, masih sangat muda.
“Ne..”
senyumku pada seseorang yang lewat. Pikiranku kembali terpusat padanya.
Sudahlah, mungkin ia sedang sibuk disana.
Aku
beranjak dari kursi taman ini. Membosankan. Berjalan tergontai tanpa tujuan,
sembarang melangkahkan kakiku. Sepanjang jalan yang ada dibenakku hanyalah dia.
Dan dia.
Tak
terasa, langkah sembarangku mengarah pada jalan yang menuju sungai dimana aku
selalu menunggunya disana. Tak apa, ku ikuti kemanapun kaki ini ingin
melangkah. Dan tepat, aku berada didepan sungai beserta pohon yang menjadi
saksi bisu yang selalu menunggunya disini.
Kududukan
pantatku sembarang yang beralaskan hanya rerumputan masih segar dan bernaungkan
pohon besar ini. Mengistirahatkan kakiku yang sudah lelah untuk
melanjutkan melangkah. Kukeluarkan ponsel dari saku dan mendengarkan sebuah
lagu sebagai penghilang bosan yang melanda beberapa terakhir ini.
Love love love, love love love
Gwaenchanajilgeorago
nan
Jamshibbun ilgeorago
nan
Shiganijinamyeon
mudyeojil georago
Geureokhemitgo nan
sarawaenneunde
Gaggeumeunseotun
pyohyeone
Geudaereul apeuge
haetdeon
Naye geu moseupdeul
ijeneunjogeumsik
Dallajil geora
yaksokhaeyo
Chagapdeon bamdo,
waeropdeonbamdo
Eonjena nae gyeote
isseonneunde
Geudaen eodie..
Kau dimana? Air mata dan mulutku spontan mengikuti lirik dan bernyanyi
mengikuti setiap nada yang terlantun dari lagu tersebut walau tak sepenuhnya
mengeluarkan suaraku karena dadaku terlalu sesak oleh air mataku sendiri. Namja
aneh..
~ Author
Point of View ~
Disisi lain ada yang memperhatikan Donghae dari kejauhan. Memperhatikan setiap
gerak-geriknya dengan seksama. Perasaan yang bercampur aduk, ingin sekali ia
datang lantas memeluknya saat ini. Tapi itu tidak bisa ia lakukan…
“Mianhae
Oppa..” lirihnya lalu menangis tertahan. Bekas lebam disisi pipi kirinya
menjadi tanda mengapa ia tak bisa menemui Donghae saat ini. Neomu appeuda~
Tangan
kecilnya menepuk-nepuk dadanya berat. Menangis tertahan membuatnya sesak, ia
tak mampu berbuat lebih dari ini. Berlari menuju dirinya yang tengah terduduk
santai dengan telinga yang disumpal dengan handset dengan keadaannya yang
seperti ini, itu tidak mungkin. Ia tak mau kesedihannya diketahui oleh siapapun
termasuk Donghae.
*Flashback
On*
~ Ah In
Point Of View ~
Cairan
merah pekat mengalir dari sudut bibirku. Amis. Kujilat dan usap darah yang
keluar. Tersungkur tak berdaya dihadapan sang pemimpin keluargaku, Appa. ‘Sh*th!
Kenapa sakit sekali?!’ umpatku.
Kulihat eomma
yang berusaha menenangkan Appa dengan cara menahan tangan dan dadanya, menangis
sejadinya didepan aku dan Appa. Eomma, mianhae.. aku membuatmu menangis seperti
itu. Kalau saja bukan karena kau, mungkin aku sudah.. pergi dari rumah ini dari
dulu.
“Kau bisa
apa, eoh? Aku sudah besar Appa!” aku mencoba bangkit dengan tenaga seadanya.
Berkali-kali aku tersungkur akibat tamparan yang Appa berikan padaku. Tertatih
untuk berusaha menggapai benda apa saja yang ada disekitarku sebagai tumpuan
aku untuk berdiri.
Perih,
ketika air asin yang meleleh dari mataku mencapai sudut bibir bawah yang
terluka. Kupegang erat lengan kursi sebagai alat pelampiasan menahan
kesakitanku. Cairan yang telah melewati sudut bibirku itu kemudian kembali
mengalir bersama keringat dan darah yang bercampur.
Aku
hampir bisa berdiri sekarang dengan berpegangan pada lengan kursi. Sayapku
robek sedikit, dan itu rasanya sakiit sekali. Sama halnya ketika kulitmu
terkoyak oleh sesuatu yang tidak tajam. Sakit bukan? Ya! Sakit sekali!
“Kau ini
anak Appa satu-satunya, Ah In! Kau memalukan! Lihat dirimu, dari mana kau bisa
mengenal namja itu? Appa maupun Eommamu tidak pernah mengajarkanmu untuk itu. Mau
ditaruh dimana muka Appamu ini, eoh?! ” seperti yang kesetanan, ia melempar apa
saja yang ada didekatnya. Eomma mengerang ketakutan. Ya Tuhan, sadarkanlah
Appaku sekarang juga!
Appaku
memang seorang yang ambisius dan disiplin dalam menaati peraturan. Sewaktu
kecil aku sering dibuatnya menangis, akibat kenakalanku sendiri sih. Dan
alhasil itu membuatku menjadi seorang Ah In yang tegar dan kuat, seperti
sekarang ini.
“Dan..” ia
melanjutkan kalimatnya. Tatapan Appa beralih menatap Eomma nanar, “Lihat
Eommamu! Apa kau tega meninggalkan Eommamu yang katanya begitu kau cintai
melebihi Appa hanya demi laki-laki tidak jelas itu?” Eomma masih terisak dalam
diamnya.
Aku
terdiam tak berani menjawab pertanyaan darinya. Appa, Eomma dan Donghae adalah orang
yang sama, yang sama-sama aku cinta. Tetapi ketika urusannya seperti ini, what
should I do?
“Tapi
Appa..” aku mencoba mendekati keduanya, “Dia dan kalian itu adalah orang yang
aku sayang.” Appa memalingkan wajahnya, apa aku tampak sejijik itu dihadapannya
hingga ia tak berani menatapku yang jelas-jelas adalah anaknya sendiri? Sesak..
dadaku sesak sekali.. Tuhan! “Ku mohon Appa, izinkan aku untuk tetap
bersamanya~ restui hubungan kami..”
PLAKK
Ahh~ Aku
tersungkur bebas kelantai dan.. sayapku benar-benar patah akibat menahan
tubuhku dari gesekan-gesekan kasar antara aku dan benda kecil yang ada dibawah.
Neommu appeuda… kesekian kalinya, Appa menamparku.
“Pilih
kami, dan kau tetap disini. Atau kau pilih dia, kau pergi dari sini, kau bukan
anak Appa dan Eomma lagi!” ucapnya garang. Matanya mungkin sudah sangat merah
saat ini. Menahan amarah padaku. Aku tak bisa melihatnya jelas, airmata ini
memenuhi kelopak mataku, tumpah tanpa terkendali. “Dengar, jika kau tetap mempertahankannya,
Appa sendiri yang akan membereskannya. Ingat itu Ah In!”
Deg~
Apa? Membereskan?
Apa maksud perkataanya? Jangan katakan bahwa ia akan..
Seseorang,
tolong jelaskan padaku apa maksudnya??
Fikiranku
langsung menjurus pada, pembunuhan. Hahaha~ dia pasti bercanda kan? Pembunuhan?
‘Tidak mungkin.. hahaha~ tidak mungkin!!’ aku seperti orang gila. tertawalah
sesukamu Ah In-ah.
Andai kau
tahu, sebenarnya dadaku langsung sesak mendengar kata itu..
Tanganku
reflex membungkam mulut. Tertawa dan menangis sejadinya. Sebenarnya aku
benar-benar sudah gila. Tambah perih ketika tanganku erat membungkam mulut tak
percaya mendengar perkataan Appa barusan. Ingin sekali aku membela diri
sekarang, tapi kalimat apalagi yang bisa kukatakan. Aku tidak kuat menahan ini.
Apa kisah cintaku akan berakhir tragis pada sebuah pembunuhan yang dilakukan
oleh Appaku sendiri? Aku tidak ingin itu terjadi!
Gaseumi
appa…
*Flashack
Ended*
.
~ Donghae
Point Of View ~
Nuansa putih dimana-mana, coba mencari celah dimana aku bisa melihat warna yang
bukan warna putih.
Dapat!
Aku terus
mengikuti kemana celah itu berada. Cahayanya semakin aku ikuti, semakin jelas.
Hijau!
Eung? Aku heran, bukannya ini disana. Kutengok kesekitar. Sungai, pohon,
disana! Ada tulip. Dan.. Ada seseorang yang tengah berdiri menghadap sungai,
tangannya mengepal keras, menundukkan kepalanya kedalam rambutnya yang terurai
bebas. Dia seperti...
Aku kian
mendekat dengan seseorang itu. Sepertinya aku kenal dengan mengenakan dress kehijauan
yang sembarang. ‘Ah In!!’ pekikku dalam hati. Tanpa sadar, aku masih mengenakan
pakaian tidur berwarna biru laut, lengkap dengan sandal tidur kelinci yang
selalu bertengger dekat ranjang. Ish, Mengggelikan..
Aku
berfikir sejenak untuk melanjutkan langkah ini atau tidak. Lama aku terdiam.
Oke, tak apa aku tampak bodoh dengan sandal tidur seperti ini.
Aku
berdiri tepat dihadapannya. Benar ini Ah In.. Ia tak merespon sedikitpun “Kau kemana
saja chagi?” tanganku perlahan menggapai pundaknya. Tersungging senyuman
diwajahnya sekarang. Bukan senyum yang aku harapkan, ini senyuman yang
terpaksa. Tak ada jawaban, dia hanya menatapku dalam. “Chagi~” ucapku lagi.
“Kau
tidak marah padaku ‘kan Oppa?” tanyanya.
“Tidak,
untuk apa aku marah padamu.” Ku cubit pipinya gemas. Ah, ada sedikit darah
disudut bibirnya. Ia menepis lenganku lembut lalu memegangnya erat seakan tidak
ingin untuk ia melepaskannya. “Aku ingin bicara denganmu nanti.” Bisiknya.
“Ne..”
jawabku singkat. Eurr~ perlahan wajah kami mendekat, tatapanku dan tatapannya
kian lekat dan intens. Kuraih tengkuknya, lantas ia mulai memejamkan mata, dan~
BRUK
Argh~!!
Sakit! Kulihat kesekitar, lho, ini kamarku, Ah In mana? Kulihat ke jam yang
menempel didinding tepat dibelakangku. Pukul 2?? Bodoh sekali kau Donghae ah!
Aku
terjatuh dari ranjangku ketika aku akan.. akan.. ah, lupakan! Beberapa kali aku
mengutuk diriku sendiri.
Jadi,
tadi hanya mimpi? Sebantar, bibirnya~ berdarah? Berdarah? Ah In, ada apa
sebenarnya?
.
@ Sungai
“Mianhae Oppa..” bagaimana ia bisa bicara seperti itu padaku? Menghilang dan
begitu bertemu, dia langsung meminta untuk mengakhiri hubungan ini? Sudah
cukup sabar aku tidak bertemu dengannya beberapa hari kemarin.
“Bagaimana
bisa kau memutuskan masalah tanpa sependapatku, Chagi?” kulihat wajahnya
detail. Matanya memerah, nafasnya dan nafasku senada, tersenggal-senggal
menahan emosi yang sebentar lagi akan memuncak. Tunggu.. disudut bibirnya. Aku
ingat ketika ia datang kedalam mimpi ada sesuatu yang mengganjal mataku. Dan,
ah~ yang benar saja, ada lebam disana.
Seketika
amarahku meredam melihat ini. Kupegang bibirnya pelan, “Ini..” mataku menoleh
pada matanya yang kini mulai meneteskan butiran-butiran kristal dingin nan asin.
“Ada apa sebenarnya? Tolong jawab aku!” nadaku naik satu oktaf seraya menghapus
air mata yang jatuh bebas menyusuri pipinya.
Dia diam
membisu. Argh~!! Sebuah pertengkaran yang bodoh !
Kupegang
pundaknya pasti, “Dengar, tolong jawab aku Chagi ah, aku tidak bisa terus kau
gantung tanpa memberiku jawaban sepatah katapun. Aku tak ingin menyakitimu,
cukup!” darahku seakan mendidih dan telah mencapai dimana otakku berada. Dia
terus menggeleng dan tangisannya pecah. Sangat memilukan. Aku tidak bermaksud
membentaknya seperti tadi. Ia tidak menjawab pertanyaanku satupun, aku hanya
kesal.
“Mianhae,
aku tidak bermaksud… Ah~ sudahlah.” Tanpa berfikir panjang lagi, langsung
kutarik dia kedalam pelukanku, kubiarkan ia bebas menangis didalan pelukanku sekarang.
Beberapa kali aku mengusap kepalanya pelan berusaha menenangkanya. Menangislah
sepuasmu Chagi..
Lama kami
dalam posisi ini. Ah In kini mulai tenang, tapi tidak biarkan ia untuk
melihatku sekarang. Teruslah menangis, dalam pelukanku, mungkin ini untuk yang
terakhir kalinya.
Ingin
sekali aku menggantikan posisinya saat itu. Beralih sebagai Donghae yang kuat,
tetapi sebagai Ah In yang lemah. Beberapa kali ku usap air matanya yang jatuh
terurai.
“Nan
arraseoyo..” kini aku mengerti kenapa ia meminta mengakhiri hubungan ini. Tapi
kenapa harus ia dan perasaannya yang menjadi korban!? Kuusap rambutnya lembut
sembari menatap mentari yang kini mulai mengantuk dan lelah melihat kami
bertengkar. Dia masih tetap menagis. Aku sudah bilang jangan menangis, tetap
saja ia menangis. Dasar yeoja.
Aku bisa
menerimanya..
* One
Month Latter *
Ini bukan salahku juga bukan salahnya, hanya saja tuhan belum mengizinkan untuk
kami bersama. Ada sisi ketika aku berfikir, aku adalah manusia, sedangkan ia
adalah seorang peri. Sangat jauh berbeda bukan? Menjalin cinta 6 bulan lamanya,
apa ini tidak masuk akal? Tapi kuteguhkan lagi pemikiran itu dengan, semua
orang punya cinta.
Neo eomneun haruga iksukhajyo
Naeireun jogeumdeo pyeonhagetjyo
Jeomjeom ijeogagetjyo eojjeom saenggangnanagetjyo
Joheun chueokdeulman namgetjyo
Aku terduduk disatu sisi pohon besar ini. Bersandar santai berkalungkan
handset yang menyumpal telingaku. Memandangi indahnya sunset sore ini.
Sejak
hari itu, aku selalu mengunjungi tempat ini, membawakan sebotol madu sari
bunga Tulip untuk kutinggalkan disini. Bagaimanapun juga aku harus tetap hidup
meski air mata yang selalu menggenang setiap aku mengingat kisahku dengan Ah
In. Cinta memang menyakitkan.
Apado amureochi anheum cheok
Nunmuri heulleodo gamchuneun beob,
geudage
nan bwara boneun nariga
Maeumhan jjok geugose namgyeonoko
Amuil eopdaneundeusi utneun beob, ijeoyahaneundae~
Semakin
besar volume lagu yang aku dengarkan kini. . Hmmm~ kau yang menyanyi lagu itu, sama
menyedihkannya denganku. Hahaha. Aku hanya bisa tertawa getir mengenang
kejadian-kejadian lucu bersamanya.
Ditempat
ini aku selalu berharap dia akan memperlihatkan batang hidungnya, ah, tidak
mungkin. Bodohnya aku, “Kenapa harus mengharapkan yang tidak mungkin terjadi”.
Haha miris ketika hal mustahil itu terlintas dibenakku. Namun.. Aku tahu dan
aku yakin bahwa dia ada sekarang. Disana. Ketolehkan kepalaku kearah dimana ada
semak dan beberapa tulip liar disana. Senyumku mengembang “Saranghae..” ucapku
penuh arti berharap ia menjawabnya sekarang.
“Ya, aku melihatmu.
Na ddo saranghae Oppa~” –Ah In.
_____The
End_____
#oke deh author nongol bentar disini xD .
.sebenernya ini FF udh pernah dipublish di blognya @Superju13 (fanbase) di
twitter dalam event lomba nulis FF, dapet deh juara k-3 xD, ya~ walaupun hanya ke-3 :D.
Udah deh kicauannya,, tunggu kisah lannya
:D byee~ *tebar kisseu*
RCL
pleaseeee~ ~~!! ^^ *tumpah-tumpah --“